Aneka kerajinan tulang tidak terlalu laku di pasaran ekspor maupun lokal, berbeda dengan produk aksesori berbahan baku kerang, perak dan patung kayu, tutur Ketut Sudiana, pengusaha di Denpasar, Jumat.
Pengusaha muda yang memiliki bengkel kerja aneka kerajinan tulang menampung belasan pekerja di Desa Tampaksiring itu mengatakan, pihaknya tetap memproduksi aksesori seperti anting-anting dan bros dari tulang sapi.
Toko-toko seni di Tampaksiring ada yang secara khusus memajang tengkorak kuda, sapi atau kerbau yang umurnya puluhan tahun diukir dengan corak khas Bali sebagai pajangan.
Namun jika ada tamu yang berminat, maka benda seni yang umumnya telah lama dipajang itu boleh dibeli dengan harga yang sesuai, katanya.
Kerajinan tulang memang tidak terlalu laku, tetapi menarik untuk barang pajangan, kata Sudiana sambil menunjukkan toko seni yang memajang ukiran tulang ikan hiu berukuran panjang tiga meter dan lebar 75 sentimeter.
Kerangka tulang bagian tubuh ikan hiu itu setelah dipahat kemudian dijadikan media lukis oleh para seniman, seperti untuk menggambarkan cerita pewayangan.
Dengan demikian tengkorak ikan tersebut menjadi barang antik dan dijadikan koleksi pemiliknya di toko yang khusus memajangkan hasil kerajinan tulang.
Barang seni seperti itu sudah berusia belasan tahun dan hanya sebagai pajangan, kata Sudiana sambil menyebutkan, Tampaksiring yang kaya akan peninggalan benda-benda purbakala, merupakan pusat kerajinan tulang di Bali.
Ia mengatakan, ukiran yang dipahat di atas tulang ikan jenis raksasa itu, hanya sebagai koleksi dan pernah ditawar seorang wisatawan asing Rp30 juta, namun tidak dijual oleh pemiliknya, hanya dijadikan barang antik.
Barang seni dengan bahan baku tulang ikan hiu tersebut, dipajang bersama belasan tengkorak kuda yang sudah diukir dengan corak khas itu, serta berbagai jenis tulang ternak seperti banteng.
“Kalau harganya cocok barang seni yang berbahan baku tulang dari ternak ini ya dijual,” kata Ketut sambil menyebutkan bahwa ukiran tulang ikan hiu yang ada satu-satunya itu, bisa dijual di atas seratus juta rupiah.
Turis dalam dan luar negeri dalam perjalanan wisata di Bali dan singgah di Tampaksiring, lebih banyak mengagumi barang seni jenis antik itu, dan hanya membeli berbagai jenis aksesoris berupa bros, anting-anting dari tulang.
Barang kerajinan berbahan baku tulang juga bisa dikombinasikan dengan perak, kerang, bahkan dengan kayu, sehingga cocok untuk anak-anak muda, namun tidak selaris perhiasan perak yang dipadukan dengan emas.
Pemahat maupun perajin tulang kesulitan mendapatkan bahan baku yang bagus, oleh sebab itu sangat sulit untuk bisa memenuhi permintaan pasar, sehingga realisasi perdagangan ekspornya relatif sedikit dan tidak segencar perak.
Disperindag Bali mencatat, devisa dari hasil kerajinan tulang yang pusatnya di Tampaksiring itu hanya 67.256 dolar AS selama Januari-Mei 2008, melorot hingga 67 persen jika dibandingkan periode sama 2007 seharga 208.153 dolar.
http://berita.balihita.com/seni-kerajinan-tulang-tak-populer-tetap-diproduksi.html
0 komentar:
Posting Komentar