Senin, 18 Oktober 2010

Dari Cilimus Menuju Dunia

Liputan6.com, Kuningan: Celebrating Our National Heritage. Pesan inilah yang disampaikan panitia Festival Topeng Nusantara (FTN) 2010, yang digelar baru-baru ini. Dari kaki Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat, mereka ingin menjadikan seni topeng nusantara menjadi warisan dunia.

Niat ini tidak main-main. Panitia sadar bahwa topeng adalah bentuk ekspresi seni paling tua yang pernah ada pada peradaban manusia. Bahkan, bagi sebagian masyarakat dunia, topeng memegang peranan penting sebagai penyimpan nilai magis dan suci. Belakangan, topeng tak hanya sebagai pelengkap simbol khusus dalam berbagai acara adat, tapi juga menjadi seni kontemporer yang diminati masyarakat dunia.

Tak perlu jauh ke negara lain, topeng juga menjadi kekayaan sendiri bagi budaya Indonesia. Hampir di seluruh daerah mempunyai cerita topeng. Namun, sayangnya, tak banyak yang mengetahui dan peduli terhadap kelestarian budaya topeng tersebut.

Itulah sebabnya, serangkaian acara digelar pada FTN 2010 sejak Juli silam. Mulai dari pengarsipan data topeng Nusantara, seminar internasional soal topeng, sampai sayembara karya topeng. Panitia juga menggelar pemilihan duta topeng Ciayumajakuning (Cirebon-Majalengka-Indramayu-Kuningan), dan membuat 5.000 topeng kreatif yang melibatkan ratusan siswa. Belakangan, pembuatan topeng ini juga tercatat dalam Rekor MURI karena para siswa bisa membuat 5.031 topeng dalam waktu lima jam.

Kirab Budaya Ciayumajakuning dari Keraton Kasepuhan hingga Gedung Negara Cirebon juga menjadi bagian FTN 2010. Puncaknya digelar di Panggung Budaya Cilimus 1928 Resor Prima Sangkanhurip, Cilimus, Kuningan, Jawa Barat, dengan menampilkan tari tunggal lima wajah dari Miroto.

"Dari awal kami memang ingin melestarikan budaya topeng nusantara. Harapannya agar seni ini mendapat pengakuan sebagai warisan budaya bangsa oleh UNESCO, seperti halnya batik atau wayang," ujar Peggy Melati Sukma, juru bicara FTN 2010.

Untuk itu, panitia FTN 2010 mengundang belasan perwakilan negara sahabat dan Direktur Regional Asia Pasifik UNESCO Hubert Gizen. Di depan wartawan, Gijzen mengatakan, dirinya sangat berharap topeng bisa menjadi kekayaan Indonesia yang bisa dikembangkan lagi. Sehingga ke depan, para turis datang tak hanya melihat obyek wisata dan bersejarah, tapi juga kultur masyarakat setempat. "Ini (topeng) adalah salah satu kekayaan kultur yang sangat potensial," kata Gizen.

Langkah meraih pengakuan dunia tentu bukan perkara mudah. Setidaknya, itu yang dirasakan Ariyani Triwulandari, penari yang ikut memeriahkan FTN 2010. Selain perhatian yang minim dari pemerintah, respons masyarakat terhadap perkembangan seni topeng juga dirasakan kurang. "Lihat saja dalam setiap pertunjukan seni topeng, penontonnya tak pernah banyak. Jadi walaupun mulai banyak pentas, penontonnya tetap saja sedikit," ujar Ariyani.

Ariyani boleh jadi benar. Sebab, masyarakat bangsa ini memang terbiasa sibuk dan ribut jika ada negara lain mengklaim budaya dalam negeri, seperti yang terjadi dalam kasus Reog Ponorogo, beberapa waktu silam. Tapi mereka tak pernah ingat, kapan terakhir menonton dan mendonasi pertunjukan Reog, yang belakangan ini semakin Senin-Kamis hidupnya.(ULF)
http://berita.liputan6.com/sosbud/201010/301956/Dari.Cilimus.Menuju.Dunia

0 komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar pada blog ini

AdBrite