Senin, 01 Maret 2010

Produk China Menyebar, Industri Rumah Tangga Terkapar



SERBUAN produk China ke Indonesia mulai menampar sejumlah kegiatan usaha masyarakat. Tidak hanya produk pabrikan, tapi juga usaha rumah tangga.

Salah satunya adalah sentra kerajinan manik-manik di Kecamatan Godo, Jombang, Jawa Timur. Keran impor yang dibuka lebar-lebar membuat penjualan dan permintaan produk khas Kota Santri itu terus berkurang. Akibatnya puluhan usaha rumah tangga di kota itu gulung tikar.

"Baru sebulan pasar bebas dibuka, penjualan produk manik-manik turun hingga 40%," kata Nurwahid, 50, koordinator paguyuban pengusaha home industry manik-manik di Desa Plumbon Gambang, Gudo, Jombang, kemarin.

Turunnya omzet penjualan kerajinan tangan itu akibat harga jual produk ini di atas harga jual manik-manik produk China.

Di Godo, pada akhir 2009, jumlah pengusaha kecil manik-manik 120 orang dan menyerap tenaga kerja hingga 1.500 orang. Tapi, sampai pekan ketiga Februari, yang bertahan hanya 70 rumah industri dengan 700 pekerja.

"Selama ini pasar terbesar yang menyerap produk manik-manik Jombang adalah Bali. Kini, pengusaha di Bali lebih tertarik mengambil produk asal China karena harganya lebih murah dan motif manik-manik lebih variatif," kata Nurwahid.

Walhasil, para perajin pun berharap Pemkab Jombang segera turun tangan. Salah satu bantuan yang mereka harapkan yakni penurunan bunga kredit untuk perajin sehingga harga jualnya bisa rendah. Jika tidak, sentra manik-manik Jombang yang sudah terkenal di seantero Nusantara itu dalam hitungan bulan hanya akan tinggal nama.

Masih tentang produk asal China, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Purbalingga, Jawa Tengah, melakukan uji laboratorium terhadap sejumlah mainan anak yang beredar luas di pasaran. Beberapa produk yang diteliti adalah minyak lipstik, boneka, dan mainan tembak.

"Kami menemukan produk-produk itu dijual di semua sekolah, khususnya TK dan SD. Kami perlu teliti karena barang ini sering dibeli dan digunakan anak-anak," kata Kepala Seksi Bina Usaha Pengembangan Ekspor Purbalingga Marta Dwi Hudiati.

Kebanyakan barang dari China itu dijual Rp1.000. Dinas perlu meneliti kandungan di dalamnya karena diduga berbahaya.

Sampai saat ini, keberadaan distributor barang-barang itu tidak diketahui. Produk tersebar tanpa disertai sertifikat dari instansi resmi di Indonesia. (ES/LD/N-3)


0 komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar pada blog ini

AdBrite