Nur Cahyudi
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Mikro Kecil Jatim (http://www.surya.co.id)
Suka atau tidak, ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA) yang diteken 2 November 2002 di Phnom Penh, mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2010. Kini, setelah berjalan sebulan lebih, dampaknya mulai dirasakan pelaku usaha kecil dan menengah di Jatim.
Serbuan produk China sudah merambah hampir seluruh pasar tradisional hingga pasar modern, di pedesaan maupun perkotaan. Ini dikhwatirkan semakin menyudutkan produk-produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di pasar dalam negeri. Untuk itu, Jatim harus disiapkan menghadapi persaingan yang lebih luas, dengan membangun keunggulan daya saing, serta memberikan iklim usaha yang lebih mendukung kepada pelaku bisnis di sektor UMKM, guna mengantisipasi dampak negatif dari pemberlakuan ACFTA tersebut. Ini mengingat UMKM memiliki peranan yang sangat penting dan strategis bagi perekonomian Jatim. Selain sebagai kontributor bagi penyediaan lapangan pekerjaan, penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi kemiskinan, juga mampu menjamin stabilitas sosial, ekonomi dan politik.
Pada tahun 2009, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim yang mencapai Rp 692 triliun, sebanyak 53 persennya atau Rp 367 triliun disumbang 4,2 juta pelaku UMKM Jatim. Fakta ini menunjukkan, struktur ekonomi Jawa Timur ditopang kekuatan ekonomi rakyat yang dipresentasikan oleh pelaku-pelaku ekonomi di tingkat akar rumput, yaitu para pengusaha yang bergerak di sektor ekonomi rakyat (informal-tradisional) dan UKM. Oleh sebab itu, membangun ekonomi Jawa Timur tidak boleh terlepas dari proses pengembangan dan pemberdayaan pelaku ekonomi rakyat, termasuk sektor informalnya, baik usaha kecil maupun menengah.
Untuk itu, guna menumbuhkan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM diperlukan kebijakan yang mampu menstimulasi dan menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan pelaku UMKM dapat meningkatkan keunggulan daya saing mereka, di antaranya dengan cara:
1. Mendorong peningkatan peranan perbankan melalui pembiayaan dengan bunga murah (mencapai pada titik competitive equilibrium) yang cukup merangsang dunia usaha, khususnya UMKM untuk meminjam. Sehingga diharapkan akan memberikan daya dorong terhadap bergeraknya sektor riil, terutama sektor ekonomi rakyat dan UKM yang merupakan pendukung bagi ekonomi besar, guna membentuk ekonomi nasional yang tangguh dan memiliki daya saing.
2. Mempercepat pembangunan infrastruktur seperti jalan, jalan tol, pelabuhan, terminal, dsb. Sehingga UMKM akan memperoleh ekses ekonomi yang lebih baik dibandingkan pada masa sebelumnya.
3. Membebaskan biaya perizinan usaha mikro dan memberikan keringanan biaya perizinan bagi usaha kecil sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2008, karena belum banyak kabupaten/kota yang melaksanakan ketentuan UU ini. Padahal dengan memiliki legalitas usaha, selain memudahkan akses kepada lembaga keuangan, juga dapat meningkatkan akses pelaku UMKM kepada sumber daya produktif lainnya.
4. Meningkatkan akses pasar produk UMKM di dalam dan di luar negeri. Oleh karena itu, pendirian Trading House oleh Dinas Koperasi & UMKM Jawa Timur menjadi sangat relevan, karena tanpa itu produk UMKM dikuatirkan akan tergilas dengan produk-produk impor. Lembaga ini bila memungkinkan, selanjutnya bisa dikembangkan sebagai pusat pelayanan bisnis terpadu, yang nantinya akan mengelola dan mengemas informasi tentang berbagai usaha dan profil UMKM di seluruh Jawa Timur dalam bentuk website dan market place, serta sebagai pusat penelitian dan pengkajian potensi pasar, maupun pusat penyebarluasan informasi mengenai pasar, dalam dan uar negeri.
5. Meningkatkan fungsi incubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi sejenis lainya sebagai lembaga pendukung pengembangan UMKM. Sehingga pelaku UMKM mampu menata manajemen perusahaan dengan tata kelola yang lebih baik, misalnya; menyusun rencana produksi yang benar, tepat dan konsisten, menyusun sistem pembukuan yang benar, mengukur tingkat efisiensi, mengendalikan kualitas, mengemas produk, menentukan harga jual yang kompetitif, menentukan teknologi yang tepat, menentukan desain, memilih jaringan pemasaran, dll.
Selain itu, tantangan ke depan dalam membangun UMKM adalah mensyarakatkan dibutuhkannya adanya skala prioritas, usaha-usaha apa yang potensial untuk dikembangkan, berdasarkan keterkaitan dengan kebutuhan nasional. Dengan melihat kondisi objektif UMKM yang ada di Jawa Timur serta dengan memperhatikan sarana pendukungnya baik yang bersifat internal maupun eksternal, ada beberapa bidang usaha yang sebenarnya dapat dikembangkan.
Di antaranya, industri makanan khususnya kerupuk udang, biji mete, tapioka dan beberapa industri hasil laut, perikanan, peternakan dan pertanian, industri tekstil termasuk garmen, bordir, tenun dan batik tulis, industri peralatan rumah tangga, industri dari kulit, khusunya tas, sepatu, sandal dan kerajinan dari kulit, kerajinan dari kayu, bambu, pandan/mendong, dan rotan, kerajinan dari logam termasuk emas, perak, tembaga, kuningan dan perunggu, industri barang-barang galian seperti keramik, marmer, onyx serta usaha pengadaan, pembuatan, pengolahan makanan dan minuman, dsb.
0 komentar:
Posting Komentar